Pada masa sekarang
sekolah seakan-akan tempat mencari
nilai tapi bukan mencari ilmu, Begitulah
umumnya motivasi anak ketika sekolah dan menancap betul didalam hati, Hal ini
selalu diterapkan dalam perjalanan pendidikan pelajar sekarang, padahal harus
disadari jika nilai bukanlah segalanya. Ketika masuk SMA, pada umumnya yang
tergambar dalam pikiran pelajar adalah bagaimana harus mendapat nilai bagus
dengan grafik yang meningkat secara konsisten, bukannya menurun. Pelajar
dituntut untuk belajar demi mendapat nilai yang baik, jika hasil tidak sesuai
maka rasa menyesal bahkan putus asa menyelimuti.
Jika seseorang belajar hanya
berorientasi pada nilai, akan tetapi yang diperoleh bukan nilai yang bagus, sehingga dia merasa tidak
tahu apa yang telah pelajari, semua seperti biasa saja, setelah ulangan atau
ujian semuanya serasa hilang, maksudnya ilmu itu, hilang dan rasanya tidak ada
lagi yang tersisa. Namun jika orientasi belajar adalah ilmu maka kehidupan
pelajar menjadi lebih bermakna, dia selalu merasakan kepuasan setiap selesai belajar, dan yang menarik tanpa di
kejar pun nilai meningkat fantastis,
Sesungguhnya ketulusan dalam
melakukan segala kegiatan sangat diperlukan, bukan hanya untuk mengejar
sesuatu. Seseorang akan rela belajar hingga pagi, hanya untuk mengejar kepuasan
belajar. Kenikmatan belajar akan di dapat, berbeda sekali ketika belajar hanya
untuk mengejar nilai, sangat susah bagi seseorang untuk belajar hingga tengah
malam, susah untuk memfokuskan diri. Jadi intinya, kita harus melakukan sesuatu
dengan tulus dan tanpa mengharapkan imbalan, atau jangan hanya meminta atau
mengharapkan imbalan dari apa yang kita kerjakan, semuanya itu akan berjalan
beriringan sesuai dengan yang kita kerjakan.
A.
Menuntutm Ilmu
1.
Pengertian
Kata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal
dari kata al-‘ilmu dalam bahasa Arab. Secara bahasa (etimologi) kata al-‘ilmu
adalah bentuk masdar atau kata sifat dari kata `alima – ya`lamu- `ilman. Dijelaskan
bahwa lawan kata dari al-‘ilmu adalah al-jahl (bodoh/tidak tahu).
Sehingga jika dikatakan alimtu
asy-syai’a berarti “saya mengetahui sesuatu”.
Sementara
secara istilah (terminologi) ilmu berarti pemahaman tentang hakikat sesuatu. Ia juga merupakan pengetahuan tentang sesuatu
yang diketahui dari dzat (esensi), sifat dan makna sebagaimana adanya. Sedangkan
dalam kitab Tafsir Aisar at-Tafaasir dijelaskan bahwa
Artinya : “Ilmu itu adalah jalan menuju rasa takut
kepada Allah, barang siapa yang tidak mengenal Allah, maka dia tidak mempunyai
rasa takut pada-Nya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama”
Umat Islam wajib menuntut ilmu
yang selalu dibutuhkan setiap saat. Ia wajib shalat, berarti wajib pula
mengetahui ilmu mengenai shalat. Diwajibkan puasa, zakat, haji dan sebagainya,
berarti wajib pula mengetahui ilmu yang berkaitan dengan puasa, zakat, haji,
dan sebagainya sehingga apa yang dilakukannya mempunyai dasar. Dengan ilmu
berarti manusia mengetahui mana yang harus dilakukan mana yang tidak boleh,
seperti perdagangan, batas-batas mana yang boleh diperbuat dan mana yang
dilarang.
Menuntut
ilmu tidak hanya terbatas pada hal-hal keakhiratan saja tetapi juga tentang
keduniaan. Jelaslah kunci utama keberhasilan dan kebahagiaan, baik di dunia
maupun di akhirat adalah ilmu. Imam Syafii dalam
maqalahnya berkata:
Artinya: “Barangsiapa
menghendaki kehidupan dunia maka dengan ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki
kehidupan akhirat maka dengan ilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya
(kehidupan dunia dan akhirat) maka dengan ilmu.”
Untuk kehidupan
dunia kita memerlukan ilmu yang dapat menopang kehidupan dunia, untuk persiapan
di akhirat. Kita juga memerlukan ilmu yang sekiranya dapat membekali kehidupan
akhirat. Dengan demikian, kebahagiaan di dunia dan di akhirat sebagai tujuan
hidup insya Allah akan tercapai.
Untuk memperoleh
pengetahuan, perlu ada usaha. Oleh karena itu, Rasulullah saw. pernah meminta
umat Islam agar menuntut ilmu walaupun ke negeri Cina. Dianjurkannya memilih
negeri Cina pada saat itu, karena kemungkinan peradaban Cina sudah maju.
Dalam
hadits lain Rasulullah juga menegaskan bahwa menuntut ilmu itu tidak mengenal
batas usia:
Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian
sampai liang lahat.”
Selanjutnya dijelaskan oleh Rasulullah
bahwa para malaikat membentangkan sayap-sayapnya kepada orang-orang yang
menuntut ilmu karena senangnya. Begitu pentingnya ilmu pengetahuan bagi
seseorang sehingga malaikat bangga dengannya.
Di
samping itu, para penuntut ilmu dijanjikan oleh Rasulullah saw. akan diberikan
kemudahan jalan ke surga. Perhatikan hadits di bawah ini:
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk
menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.
Muslim).
1. Tokoh Teladan
dalam Semangat Mencari Ilmu
Berikut ini adalah sepenggal kisah-kisah
menakjubkan tentang kesungguhan para Ulama dalam menuntut ilmu :
a. Kesabaran dan
Kesungguhan Menuntut Ilmu
Ibnu Thahir
al-Maqdisy berkata : ”Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits,
sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas
terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil
memanggul kitab-kitab di punggungku”.
b. Belajar Setiap
Hari
Al-Imam an Nawawy setiap hari
membaca 12 jenis ilmu yang berbeda (Fiqh, Hadits, Tafsir, dsb..)
c.
Membaca Kitab Sebagai
Pengusir Kantuk
Ibnul Jahm
membaca kitab jika beliau mengantuk, pada saat yang bukan semestinya. sehingga
beliau bisa segar kembali.
d. Berusaha
Mendapatkan Faidah Ilmu Meski Di Kamar Mandi
Majduddin Ibn
Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi
berkata kepada orang yang ada di sekitarnya: “Bacalah kitab ini dengan suara
keras agar aku bisa mendengarnya di kamar mandi”.
e.
Kemampuan Membaca Yang Luar
Biasa
Ibnul Jauzy
sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari 20.000 jilid kitab
Al-Khothib
al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam 3 majelis ( 3 malam), setiap malam
mulai ba’da Maghrib hingga Subuh (jeda sholat)
Catatan :
Shahih alBukhari terdiri dari
7008 hadits, sehingga rata-rata dalam satu kali majelis (satu malam) dibaca
2336 hadits.
Abdullah bin
Sa’id bin Lubbaj al-Umawy dibacakan kepada beliau Shahih Muslim selama seminggu
dalam sehari 2 kali pertemuan (pagi dan sore) di masjid Qurtubah Andalus
setelah beliau pulang dari Makkah.
f. Mengulang Membaca Suatu Kitab Hingga Berkali-Kali
Al-Muzani
berkata: ”Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) sejak 50
tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan
sebelumnya”.
Gholib bin
Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700
kali.
g. Kesungguhan
Menulis
Ismail bin Zaid
dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi.
Ahmad bin Abdid
Da-im al-Maqdisiy telah menulis/menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab.
Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam
sehari menyalin 2 buku.
Ibnu Thahir
berkata: ”saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7
kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali”.
Ibnul Jauzy
dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku
h.
Sangat Bersemangat Dalam
Mencatat Faidah
Al-Imam an-Nawawy berkata: “Janganlah sekali-kali
seseorang meremehkan suatu faidah (ilmu) yang ia lihat atau dengar. Segeralah
ia tulis dan sering-sering mengulang kembali”.
Al-Imam al-Bukhary
dalam semalam seringkali terbangun, menyalakan lampu, menulis apa yang teringat
dalam benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi , dan seterusnya
hingga 18 kali.
Abul Qosim bin
Ward atTamiimy jika diberikan kepada beliau suatu kitab beliau akan membaca
dari atas hingga bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam kertas
tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan khusus.
i.
Bersama Ilmu Hingga Menjelang Ajal
Abu Zur’ah ar-Raaziy ketika menjelang
ajal dijenguk oleh sahabat-sahabatnya ahlul hadits mereka mengisyaratkan hadits
tentang talqin Laa Ilaaha Illallaah.
A.
Uswah hasanah
Iblis Lebih Takut Kepada Orang Yang
Berilmu Dibanding Ahli Ibadah
Diriwayatkan bahwa seorang ahli
ibadah dari
kalangan Bani Israil beribadah kepada Allah swt. di biaranya yang
terletak di atas gunung. Pada suatu hari sebagaimana biasa dia keluar dari
tempat ibadahnya untuk berkeliling merenungkan kekuasaan Allah swt. di
sekitar tempat ibadahnya. Di sela-sela berkelilingi, dia melihat di jalan
sesosok manusia yang menebarkan bau tidak sedap darinya. Ahli ibadah itu berpaling menuju ke tempat lain,
sehingga dia terlindungi dari bau tersebut. Ketika itu setan
menampakkan diri dalam bentuk seorang laki-laki shalih yang memberi nasihat.
Setan berkata kepadanya, “Sungguh amal-amal kebaikanmu telah menguap (sirna),
dan persediaan amal kebaikanmu tidak dihitung di sisi Allah swt.”.
Lantas si ahli ibadah bertanya, “Mengapa?” Dia menjawab, “Karena engkau enggan
mencium bau anak cucu Adam semisal kamu.” Ketika wajah si ahli ibadah terlihat
sedih, setan pun pura-pura merasa kasihan dan memberinya nasihat, “Jika engkau
ingin agar Allah swt. mengampuni kesalahanmu, saya akan memberi
nasihat kepadamu agar engkau mencari tikus gunung, lalu engkau gantungkan tikus
itu di lehermu seraya beribadah kepada Allah swt. sepanjang hidupmu.
Si ahli ibadah yang bodoh ini pun melaksanakan nasihat setan yang sengaja mencari
kesempatan ini. Selanjutnya, si ahli ibadah memburu tikus gunung. Dia pun
terus-menerus beribadah dengan membawa najis dari enam puluh tahun sampai dia
meninggal dunia (semua ibadahnya pun tidak sah).
Terdapat riwayat bahwa Nabi Muhammad
saw. bersabda mengomentari kisah tersebut, “Suatu masalah ilmiah –atau majelis
ilmu- lebih baik daripada beribadah enam puluh tahun.”
B.
Rangkuman
1.
Menuntut ilmu merupakan kuajiban
bagi sitiap muslim, dengan ilmu seseorang akan dapat memenuhi kebutuhan duniawi
maupun ukhrawi.
2.
Ilmu bisa deperoleh hanya dengan
cara dan etika yang benar, Islam telah memberikan tuntunan menuntun ilmu yang
benar sehingga bisa bermanfaat bagi diri sendri dan ornag lain.
3.
Ilmu merupakan identitas manusia yang
membedakannya dengan makhluklain
4.
Ilmu tidak bisa diperoleh dengan mudah, dibutuhkan
syarat-syarat khusus agar mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah.
5.
Ulama terdahulu telah mencontohkan cara-cara yang
dilakukan sehingga memperoleh ilmu yang membawa manfaat bagi kita sampai
sekarang.Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan
radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).” [1]
Hadits yang mulia ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama dan
keutamaan yang besar bagi orang yang mempelajarinya, sehingga Imam
an-Nawawi dalam kitabnya
Riyadhush Shalihin [2], pada pembahasan “Keutamaan Ilmu” mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama.
Imam an-Nawawi berkata: “Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu
(agama) dan keutamaan mempelajarinya, serta anjuran untuk menuntut
ilmu.” [3]
Imam Ibnu Hajar al-’Asqalaani berkata: “Dalam hadits ini terdapat
keterangan yang jelas tentang keutamaan orang-orang yang berilmu di atas
semua manusia, dan keutamaan mempelajari ilmu agama di atas ilmu-ilmu
lainnya.” [4]
Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini adalah:
- Ilmu yang disebutkan keutamaannya dan dipuji oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah ilmu agama. [5]
- Salah satu ciri utama orang yang akan mendapatkan taufik dan
kebaikan dari Allah Ta’ala adalah dengan orang tersebut berusaha
mempelajari dan memahami petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam agama Islam. [6]
- Orang yang tidak memiliki keinginan untuk mempelajari ilmu agama
akan terhalangi untuk mendapatkan kebaikan dari Allah Ta’ala. [7]
- Yang dimaksud dengan pemahaman agama dalam hadits ini adalah
ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum agama yang mewariskan amalan
shaleh, karena ilmu yang tidak dibarengi dengan amalan shaleh bukanlah
merupakan ciri kebaikan. [8]
- Memahami petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar merupakan penuntun bagi manusia untuk mencapai derajat takwa kepada Allah Ta’ala. [9]
- Pemahaman yang benar tentang agama Islam hanyalah bersumber dari
Allah semata, oleh karena itu hendaknya seorang muslim disamping giat
menuntut ilmu, selalu berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala
agar dianugerahkan pemahaman yang benar dalam agama. [10]
Menuntut Ilmu
1.
Pengertian
Kata ilmu dalam bahasa Indonesia berasal
dari kata al-‘ilmu dalam bahasa Arab. Secara bahasa (etimologi) kata al-‘ilmu
adalah bentuk masdar atau kata sifat dari kata `alima – ya`lamu- `ilman. Dijelaskan
bahwa lawan kata dari al-‘ilmu adalah al-jahl (bodoh/tidak tahu).
Sehingga jika dikatakan alimtu
asy-syai’a berarti “saya mengetahui sesuatu”.
Sementara secara istilah (terminologi)
ilmu berarti pemahaman tentang hakikat sesuatu. Ia juga merupakan pengetahuan tentang sesuatu yang
diketahui dari dzat (esensi), sifat dan makna sebagaimana adanya. Dalam kitab Tafsir Aisar
at-Tafaasir dijelaskan bahwa:
Artinya : “Ilmu
itu adalah jalan menuju rasa takut kepada Allah, barang siapa yang tidak
mengenal Allah, maka dia tidak mempunyai rasa takut pada-Nya. Sesungguhnya yang takut
kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama”
2.
Semangat Menuntut Ilmu
Umat Islam wajib
menuntut ilmu yang selalu dibutuhkan setiap saat. Ia wajib shalat, berarti
wajib pula mengetahui ilmu mengenai shalat. Diwajibkan puasa, zakat, haji dan
sebagainya, berarti wajib pula mengetahui ilmu yang berkaitan dengan hal
tersebut, sehingga apa yang dilakukannya mempunyai dasar. Dengan ilmu berarti
manusia mengetahui mana yang harus dilakukan mana yang tidak boleh dilakukan.
Demikian juga dalam hidup kemasyarakatan, interaksi antar sesama manusia juga
harus di dasari dengan ilmu, sehingga tercipta suatu masyarakat yang kondusif
dan damai. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 122 :
Artinya : “Dan
tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang).
Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”. (QS. At Taubah : 122)
Ayat di atas memberikan pemahaman kepada kita
bahwa sebagai orang beriman; semangat, tenaga dan pikiran tidak dibenarkan
hanya untuk usaha memenuhi kepuasan nyata seperti perang. Akan tetapi semangat, tenaga
dan pikiran juga untuk usaha menuntut ilmu terutama pengetahuan agama untuk kemanfaatan diri sendiri dan orang lain.
Ilmu merupakan penuntun manusia memahami ayat-ayat Allah baik Qauliyah maupun
Kauniyah sehingga mampu mamaknai hakekat hidup dan akhirnya memperoleh
keselamatan dunia dan akhirat.
Dalam menuntut
ilmu hendaklah tetap tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai macam bahaya dan
ujian mental yang muncul. Sebab gudang kesuksesan adalah di dalam menghadapi
cobaan. Maka siapa yang ingin berhasil maksud dan tujuan menuntut ilmu harus
bersabar menghadapi banyaknya cobaan. Syeh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim
mangatakan, pernah kudengar sya’ir yang konon merupakan gubahan dari Sayyidina
Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah :
Artinya :
·
Ingatlah, kamu tidak akan memperoleh ilmu pengetahuan
kecuali dengan enam perkara ; yang akan kujelaskan semua kepadamu secara
ringkas.
·
Yaitu : kecerdasan, minat yang besar, kesabaran, bekal yang
cukup, petunjuk guru, dan waktu yang lama.
3.
Patuh kepada Orang Tua dan Guru
Selain
syarat tersebut di atas kunci kesuksesan dalam ilmu adalah patuh kepada orang
tua dan guru, yaitu menghormati mereka baik ketika masih hidup maupun sudah
meninggal. Kita harus bersikap sopan dan santun kepada orang tua dan guru baik
dalam ucapan maupun perbuatan, selalu mendoakan mereka jika sudah meninggal
minimal setiap setelah shalat.
Orang yang paling dekat dan berjasa kepada kita adalah kedua orang tua.
Merekalah yang membawa kita ke dunia ini dengan izin Allah. Betapa besar jasa
mereka sehingga kita tidak akan mampu menghitung dan membalasnya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita
harus berbakti kepada kedua orang tua. Allah menempatkan kewajiban berbakti
kepada orang tua pada peringkat kedua setelah kewajiban menyembah Allah swt. Firman Allah swt dalam Al Qur’an surat Al Isra’ ayat 23 :
Artinya: Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. (QS. Al Isra’ : 23)
Begitu besarnya jasa orang tua kita sehingga
keridlaan dan kemurkaan Allah tergantung pada keridlaan dan kemurkaan keduanya.
Rasulullah saw bersabda:
Artinya:”Keridaan Allah tergantung pada keridaan orang
tua dan kemurkaan Allah tergantung pula pada kemurkaan keduanya.” (HR.
Tabrani).
Guru
adalah orang yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu kepada kita. Dalam paradigma Jawa, guru bermakna “digugu
dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru memiliki seperangkat ilmu
yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam
melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru
(diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, yang karenanya segala
tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didiknya.
Pengertian ini diasumsikan bahwa tugas guru tidak sekedar transformasi ilmu,
tapi juga bagaimana ia mampu menginternalisasikan ilmunya pada peserta
didiknya.
Guru
yang menjadikan kita orang beriman, mengerti hal yang baik dan buruk, gura juga
menjadikan kita orang yang pandai dan memahami ilmu pengetahuan, sehingga kita
akan memperoleh kedudukan yang tinggi di hadapan Allah dan manusia sebagaimana
firman Allah swt:
Artinya: ”Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antara kamu dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat.”
(Q.S. Al-Mujahadah:11)
Di
samping itu, para penuntut ilmu dijanjikan oleh Rasulullah saw. akan diberikan
kemudahan jalan ke surga. Perhatikan hadits di bawah ini:
مَنْ
سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا اِلَى الْجَنَّةِ
ـ رواه مسلم
Artinya: “Barang siapa menempuh suatu jalan untuk
menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.
Muslim).